Jumat, 01 Juni 2012

Membumikan Pancasila di Bumi Pancasila



Aneh, membumikan Pancasila sila di negerinya sendiri, tapi memang harus dibumikan sebab Pansila belum membumi di negeri bahkan makin hari makin melayang jauh dari buminya. Fakta ang paling sederhana saat ini ada banyak anak bangsa ini, bangsa yang berdasarkan pancasila yang tidak mampu menghafalkan lima butir pancasila, apalagi mengamalkan nilai luhur Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Sri Sultan Hamengku Buwono X (dikutip dari Kompas), "Implementasi nilai luhur Pancasila masih sangat jauh dari harapan. Kedudukan Pancasila sebagai penuntun kehidupan berbangsa dan bernegara belum mampu diimplementasikan masyarakat". Lebih parah lagi seperti yang di ungkapkan Hasyim Muzadi (Kompas), menurutnya, semenjak lahir pada 1945 sampai sekarang, Pancasila sebenarnya belum membumi secara ideal optimal di Indonesia. Pada 1948, sudah ada pemberontakan PKI Madiun yang berusaha membawa Indonesia ke dalam komunisme. Selanjutnya ada DI/TII yang hendak mendirikan negara Islam pada 1949. Pada tahun yang sama keluar maklumat Wakil Presiden dalam pembentukan multipartai yang membawa arus liberalisme. Sehingga Pemilu 1955 melahirkan konstituante yang berisi pertikaian ideologi antara negara Islam, negara Pancasila, dan sosiodemokrasi. Akhirnya, pertikaian itu berujung kembali ke UUD 1945 melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Periode berikutnya, yakni 1960 hingga 1966, Pancasila juga belum bisa diterapkan karena Indonesia berada dalam suasana revolusioner. Pancasila, menurut Hasyim, mulai diterapkan pada era Orde Baru, hanya saja pelaksanaannya normatif artifisial, belum menyentuh kejiwaan bangsa, dan diterapkan dalam suasana stabilitas yang sentralistik.
"Seharusnya, dengan lahirnya reformasi, bangsa Indonesia perlu mengkaji ulang apakah sistem yang lahir telah sejalan dengan nilai-nilai yang dikehendaki Pancasila atau belum," katanya. Namun, kenyataannya sejak memasuki era reformasi hingga sekarang, Pancasila justru semakin terpinggirkan. "Didesak reformasi yang memanglimakan demokrasi dan HAM tanpa keseimbangan dengan kewajiban kebangsaan.

Pancasila, Ideologi yang terabaikan
Jika kita cermati, ideologi pancasila di masyarakat sama sekali tidak tampak lagi, bahkan di dunia pendidikan sudah tidak diajarkan lagi. Hal ini dapat saya asumsikan bahwa ada upaya sistematis dari penguasa untuk secara diam-diam untuk menghilangkan ideologi Pancasila dari bumi Indonesia. Kajian pendidikan Pancasila dilakukan Sekolah Tanpa Batas yang didukung Koalisi Pendidikan dan IGCI, menemukan fakta materi Pancasila dalam pendidikan kewarganegaraan minim dan hanya sebagai tempelan. Bambang Wisudo dari Sekolah Tanpa Batas memaparkan, di tingkat SD misalnya, materi Pancasila dalam pendidikan kewarganeraan diajarkan di kelas 2 dan 6 dengan porsi kecil. Di SMP diajarkan di kelas VIII, sedangkan di SMA di kelas XII. Materi pendidikan kewarganegaraan yang disajikan di sekolah dinilai memberatkan. Di jenjang SD sudah dikenalkan soal ketatanegaraan. Padahal, semestinya di jenjang inilah pendidikan Pancasila semestinya untuk membangun karakter anak bangsa. Adapun di jenjang SMP dan SMA materi pendidikan kewarganegaraan seakan-akan hendak menjadikan siswa ahli tata negara. Semestinya di jenjang ini, siswa diajarkan untuk menjadi warga negara yang bertanggung jawab, aktif, dan kritis menyikapi situasi sosial dan kewarganegaraan  (kompas).
Dampak dari hilangnya nilai-nilai Pancasila sangat jelas di masyarakat kita, diantaranya Korupsi, kolusi, Nepotisme, kekerasan dan masih banyak lagi. Pengabaian Ideologi Pancasila sebagai dasar negara dan falsafah pancasila sebagai filosofi kebangsaan, semakin mepermudah masuknya ideologi-ideologi asing akibatnya bangsa ini sulit untuk menemukan jati dirinya sendiri yang sebenarnya sudah sangat jelas tertuang dalam batang tubuh Pancasila.

Pengkultusan Perseorangan
Semakin jauhnya Pancasila terbang meninggalkan negeri ini dan semakin dangkalnya pemahaman anak bangsa ini akan Pancasila menyebabkan mereka mencari penggangan di luar Pancasila. Akhir-akhir ini, muncul pengkultusan oran-orang tertentu sebagai pijakan atau dasar berpikir, berbicara, dan bertindak kekelompok tertentu. Pribadi yang dikultuskan diantaranya ada tokoh politik dan ada juga tokoh agama. Hal ini sangat sering muncul di tv, dan sering diungkapkan oleh para politikus. Ada suatu kelompok yang mengkultuskan pimpinannya sebagai tolok ukur dalam bertindak dan menjadikannya rujukkan dalam setiap pernyatan. Ada kelompok dalam tindakan menirukan orang tertentu dalam cakap dan tingkah lakunya, padahal sebelumnya ia bukanlah pribadi yang demikian. Contoh, ada salah satu partai di Indonesia, yang sebagian besar kadernya menirukan gaya berbicara ketua dewan pembinanya, denga ritme yang terjaga dan tekanan yang seolah berwibawa. Ada juga kelompok tertentu yang bertindakan lebih mendengarkan pimpinanya, sampai-sampai harus melanggar rambu-rambu yang ada di masyrakat.
Dampak dari tindakan yang didasarkan pada hasil pengkultusan yang dimaksud tidaklah selalu buruk. Tetapi dengan meninggalkan nilai-nilai Pancasila justru muncul tindakan yang seharusnya tidak boleh terjadi di negeri. Misalnya untuk kelompok tertentu muncul tindakan kekerasan yang merendahkan hakat dan martabat manusia. Padahal bangsa ini punya filosifo budaya “Ngewonke wong” yang dapat diartikan, meninggikan harkat dan martabat manusia.

Kembalikan Pancasila
Mengubah sesuatu yang sudah terlanjur tidaklah mudah, bahkan lebih mudah terlanjur sekalian, ibaratkan  “Terlanjur basah mandi sekalian”. Tetapi jika kita masih peduli pada bangsa ini, jangan pernah menyerah, lakukan apa yang bisa kita lakukan. Reformasi salah satu caranya, reformasi tidak harus dengan revolusi. Bisa dilakukan reformasi sistem, kita berharap kepada para pemegang kendali sistem, masih mempunyai keinginan untuk mengembalikan Pancasila pada kedudukan yang lebih tinggi dari ideologi yang ada. Mengembalikan Pancasila bagi saya, sama dengan mengembalikan jati diri bangsa yang hilang.

Pesan saya untuk kita semua: Tidak perlu kita terlalu jauh untuk mencari jati diri kita, jati diri bangsa kita, kita hanya perlu kembali kepada jati kita yang sesungguhnya yaitu PANCASILA.

Sumber: 
1. disarikan dari Kompas, hari Pancasila 2012
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar