Rabu, 13 Juli 2016

AIR TERJUN TANGGEDU dan "MANUSIA TRAVELER"

Dalam sepekan terakhir orang berbondong-bondong menuju Tanggedu. Tanggedu adalah sebuah desa yang merupakan hasil pemekaran dari desa Mondu. Saat ini masih dipimpin oleh seorang Plt Kepala
desa yaitu Bpk. Kabula Haraendi, yang juga sekretaris Desa Mondu. Tanggedu adalah nama yang asing di telinga, karena memang ia terletak di daerah yang cukup terpencil, atau mungkin karena selama ini orang hanya mengenal Desa Mondu. Tanggedu sebelumnya merupakan salah satu Dusun dari desa Mondu yang dipimpin oleh kepala dusun Umbu Mbakul. Secara geografis terpisah dari desa Mondu. Akses jalan ke sana sangat sulit, sebagian besar jalan masih merupakan pengerasan dengan nuansa sertu yang akan membedaki setiap orang yang lewat. Jarak dari desa Mondu ialah 9 km. Orang-orang mungkin akan berpikir ulang-ulang untuk pergi ke Tanggedu. Orang Mondu bilang, jalan ke Tanggedu itu seperti "jalan ke neraka". Akibatnya hanya sedikit orang Mondu yang ke Tangedu meskipun masih satu Desa. Orang Mondu yang ke Tanggedu palingan hanya mereka yang memeliki kerabat di sana, atau ada urusan penting yang harus di jalani.

Sekarang Tangedu sedang menjadi primadona, orang-orang dari kota Waingapu, dan sekitarnya berbondong-bondong mengunjunginya. Di Tanggedu ada sebuah air terjun yang tersembunyi begitu lama. Adalah Sang PLt yang membuatnya terkenal. Sang PLt yang awalnya berpose ria di air terjun tersebut kemudian diupload  ke facebook. Tidak sampai seminggu mereka yang penggila air terjun berusaha mencari sampai ketemu. Saban hari cerita tentang pesona air terjun itu menyebar begitu cepat baik dari postingan foto mereka yang sudah mengunjunginya, dan juga berita dari mulut ke mulut.
Bapak Plt KaDes Tanggedu

Kini air terjun tersebut telah menjadi salah satu destinasi wisata yang terus dikunjungi oleh para wisatawan. Tetapi sampai saat ini belum ada pengelolaan yang dapat membangkitkan perekonomian masyarakat di sekitarnya. Seperti yang kami saksikan di lokasi masyarakat tidak mendapatkan apa-apa dari fenomena ini. Meraka hanya menjadi penonton yang menyaksikan lalu-lalang orang yang tak kunjung berakhir. Kami menyaranakn kepada mereka yang halaman rumahnya digunakan sebagai lokasi parkir untuk menarik retribusi parkir, dan juga berjualan buah-buahan, atau makanan. Dan juga  kami menyarankan kepada tokoh masyarakat Umbu Mbakul untuk diusulkan PerDes untuk retribusi pengunjung ke air terjun.

Kami juga berharap kepada teman-teman wisatawan/traveler untuk membantu masyarakat sekitar air terjun, tetap menjaga kebersihan dan kelestarian alam. dan juga membantu masyarakat yang berusaha menyambung hidup dari fenomena air terjun, mereka tidak sedang berusaha untuk menjadi kaya, mereka hanya ingin memanfaat peluang ada. Sungguh menyedihkan ternyata ada juga traveler yang tidak punya kepedulian terhadap usaha yang dibangun masyarakat. Ada yang ngamuk-ngamuk karena dimintai retribusi parkir motor Rp5.000,-. "Apalah arti dari 5000 rupiah? tidak akan membuatmu menjadi miskin kawan..."
Jika kita ingin berandai-andai dengan pikiran buruk, "ada orang yang berniat jahat merusak kendaraan anda, anda tidak akan bisa berbuat apa di sana, motor tak akan kau pikul, mobil tak akan kau dorong di medan yang berat itu.
Tarif yang ada sebenarnya tidak pernah diniatkan oleh meraka untuk memperdaya atau memanfaat pengunjung. Pengunjung terdahulu bahkan berkunjung secara gratis, tidak ada retribusi parkir, bahkan air kelapa diperoleh gratis. Tetapi oleh pengunjung yang punya hati menyarankan mereka untuk menangkap peluang yang ada. Saran saja tidak cukup, ternyata juga paksaan. Jika ketika anda menemukan papan tripleks yang bertuliskan tarif  parkir atau tarif berkunjung, yang memasang papan itu adalah traveler sebelum anda, dia adalah manusia yang ingin masyarakat setempat mendapat sedikit rejeki dari anda dan saya.
23


 Masyarakat Tanggedu tidak pernah meminta sesuatu yang luar biasa. Umbu Mbakul selalu menitip pesan kepada setiap pengunjung, "Jika Ibu-Bapak punya akses ke pemerintah tolong sampaikan, supaya jalan ke daerah kami diperbaiki, sehingga ini bukan kunjungan terakhir untuk kami".
Anya, Umbu Mbakul, Fred, Anna
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar